Nasionalisme Dalam Pandangan Saya
Sejauh saya memandang nasionalisme maka saya menemukan cintanya suami kepada istri, cintanya orang tua kepada anaknya, cintanya pacar kepada kekasihnya. Ya, nasionalisme ibarat sebuah cinta, maka ia dipenuhi rasa ketulusan, keikhlasan sepenuh hati terhadap kesamaan budaya, cita-cita, dan tujuan Bangsa Indonesia.
Budaya di Indonesia yang multikultural dan Heterogen dari Sabang hingga Merauke menjadi sebuah kekayaan tersendiri bagi bangsa Indonesia. Dan itu akan menjadi api dalam sekam jika setiap pelaku kebudayaan di Indonesia tidak memiliki rasa Nasionalisme, rasa cinta yang tulus dan ikhlas terhadap persamaan budaya bangsa Indonesia. Bayangkan saja jika setiap kelompok masyarakat menonjolkan sikap Primordialisme atas budayanya. Sikap toleransi antara pemilik kebudayaan di Indonesia sangat perlu di kembangkan, jangan sampai kita kehilangan toleransi. Bangsa Indonesia mungkin tidak akan pernah bisa terintregrasi dalam NKRI jika kita egois. Beruntungnya kita masyarakat Indonesia sekarang, para nenek kakek buyut kita terdahulu mempunyai semanagat nasionalisme yang tinggi hingga adanya NKRI seperti saat ini.
Cita- cita bangsa Indonesia sebagai bangsa yang menjunjung tinggi rasa kesetiakawanan sosial dan terkenal dengan semangat kegotongroyongannya tidak akan bisa terwujud jika setiap warga negara egois akan kepentingannya sendiri. Terbukti akhir-akhir ini karena minimnya rasa kesetiakawanan dan sikap kegotongroyongan bangsa Indonesia di isi oleh kekerasan yang setiap hari menghias layar TV. Haruskah kita terus bertahan dengan sikap keegoisan kita ini?? Maka nasionalisme adalah karbohidrat bagi bangsa Indonesia yang sudah lapar akan kesetiakawanan. Nasionalisme yang adalah air bagi bangsa kita yang telah haus akan kegotongroyongan.
Tujuan bangsa Indonesia ikut dalam percaturan politik dunia tidak akan sampai jika kita sebagai warga negara akan terus saja sibuk dengan masalah- masalah kita sendiri.
Nasionalisme di Indonesia adalah nasionalisme yang beradab bukan Fasisme Layaknya di Prancis pada masa Napoleon Bonaparte, di Jepang pada masa perang dunia 2, di Jerman pada masa Hitler, di Italia pada Bennito Mussollini. Pada waktu itu nasionalisme yang terwujud dalam faham fasisme sangat bertolak belakang dengan Esensi Nasionalisme di Indonesia. Mereka agaresif, ambisius, dan represif. Nasionalisme di Indonesia adalaha nasionalisme yang berasaskan pancasila, bercorak ketimuran. Sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, nasionalisme di artikan sebagai kesetiaan seseoarang warga negara atas negaranya yang terwujud dalam perilaku sehari-hari dengan tidak bertentangan dengan nilai-nilai pancasila itu sendiri.
Akhir ini krisis nesionalisme di Indonesia mulai terasa secara nyata . Seiring dengan munculnya ancaman ancaman bagi Negara Kesatuan Ripublik Indonesia. Seperti munbculnya teror-teror dengan mengatasnamakan agama tertentu . Isu tentang pendirian Negara Islam Indonesia. Kurangnya rasa cinta produk dalam negeri, dlll adalah bagian dari kriris nasionalisme bagi sebagian warga negara Indonesia yang mulai luntur. Maka senang rasanya saya begitu mendengar bahwa Pancasila akan kemabali dimasukkakn ke dalam Kurikulum Pendidikan. Sudah saatnya pancasila sebagi tonggak Nasionalisme kita diberikan kepada generasi muda macam saya ini yang katanya sebagi penerus bangsa. Sungguh tak bisa dibayangkan jika kami ini kurang mendapat pendalaman tentang pancasila sebagi ideologi bangsanya sendiri.
Sangat sulit memang untuk menilai seseoranag nasionalisme atau tidak. Memang tak ada rumus khusus untuk menenentukan tingkat nasionalisme seseorang warga negara. Makaukuran nasionalisme dalam pandangan saya dimana ia bisa meletakkan dirinya pada ‘kebenaran yang fungsional’ ( mengutip kata-kata Andreas Harsono dalam bukunya ‘a9ama saya jurnalisme’) maksudnya, seorang warga negara harus bisa meletakkkan rasa nasionalismenya pada kebenaran fungsional yang terdapat dalam nilai-nilai pancasila. Maka jika sesorang sudah mengerti dan memahami serta mau melakukakn apa yang terkandung dalam nilai-nilai pancasila menurut saya ia sudah memeiliki tingkat nasionalisme yang baik.
Tanggal 9 juni 2011 saya mendengar dari RRI yang kebetulan berjalan sebuah program acara dengan tema ‘Presiden Menyapa’. Dalam acara itu presiden RI bapak Susilo Bambang Yudhoyono mendapat pertanyaan dari pendengar yang mengirimkan pesan singkat ke pambawa acara. Diantara pengirim pesan itu ada yang berasal dari Entikong, Singapura, dan tentunya dari wilayah lain di Indonesia. Mereka bertanya tentang banyak hal. Mulai dari jalan rusak higga dana Bos hingga minta program presiden menyapa ini di adakan secara rutin. Kesimpulan yang saya ambil adalah RRI yang merupakan sebuah radio milik negara yang jangkauannya terluas di Indonesia menjadi jembatan bagi warga negara untuk menebalkan sikap nasionalisme. Sebagi contoh. Saya ambil di daerah perbatasan terluar di pulau terluar. Mereka sulit sekali mendapat informasi tentang keadaan RI, tentang kebijkan pemerintah, dll. Mereka lebih tau tentang keadaan Rakyat Malaysia atau Singapura, kebijakan pemerintahnya. Karena yang mereka dapatkan adalah channel dari radio Malaysia .
Pada masa kerajaan-kerajaan masih berjaya di Nusantara. Nasionalisme menurut saya sudah ada dengan sangat bagus. Contohnya pada masa kerajaan majapahit kita mengenal sumpah Amukti Palapa yang diikrarakan oleh Patih Gajah Mada. Yang intinya tidak akan berhenti sebelum Nusantara bersatu. Singkat cerita, Nusantara pun berhasil dikuasai. Hal ini sangat tidak mungkin terwujud tanpa adanya sikap Nasionalisme dalam diri Gajah Mada dan penduduk Majapahit hingga terbentuknya kerjaaan majapahit yang luas. Begitu juga pada kerajaan Sriwijaya, wilayahnya bahkan sampai ke Thailand, Malaysia, dan Filipina. Ini menandakan bahwa Nasionalisme pada masa itu sudah sangat militan bagi penduduk Sriwijaya. Hingga menjadi negara nusantara 2. Nilai moral yang dapat saya ambil bahwa Nasionalisme sudah membudaya di Negara kita sejak dahulu.
Dalam pandangan saya nasionalisme bukan hanya sebuah kunci bagi kelasngsungan suatu bangsa. Tapi nasionalisme adalah sebuah identitas, sebuah rangkaian yang jika tidak dimiliki warga negara maka negara hanyalah bersifat sementara saja kelangsungannya.Nasionalisme itu dalam pandangan saya tak ubahnya Santan Kelapa dalam Them poyak( masakan Tradisonal Daerah Jambi). Tak sedap suatu negara bila tak ada nasionalisme.
Nasionalisme itu menurut saya tak harus perang dengan Malaysia, tak harus mengejar terorisme, atau menjadi seorang Tentara. Bagi saya Mahasiswa, nasionalisme dapat saya mulai dengan membeli jeruk Berastagi, Apel Malang, sepatu Cibaduyut, Oli Pertamina, atau sekedar makan Thempoyak. Nasionalisme tak harus berkeringat, berdarah-darah, tak harus menghormat bendera setiap saat. Sebagai pemuda saya rasa nasionalisme tidak lagi harus diwujudkan dalam Retorika-Retorika seminar kewirausahaan, Demo-demo Anarkis, dll. Berwirausaha adalah salah satu bentuk Nasionalisme yang paling dpat dibanggakan dari seorang anak bangsa.
Bayangkan, jika pemuda-pemuda kita memiliki jiwa-jiwa wirausaha yang Nasionalisme, berapa banyak usaha yang bisa kami hasilkan dengan merk dalam negeri, hinga kita tak harus ke KFC, Pizzza hut, Ripcurl, Nike, dll. Kita akan melihat panen dari sikap nasionalisme kita dalam perkembangan ekonomi Indonesia. Betapa besarnya bangsa kita jika kita mulai terbisa dengan nasionalisme yang terlihat dalam cinta produk Indonesia.
Nasionalisme dalam pandangan saya erat kaitannya dengan perut. Kenapa bisa? Tentu saja bisa. Buktinya banyak terjadi kekerasan yang mengatasnamakan perut. Karena lapar mereka mencuri, merampok, bahkan membunuh. Apa mereka tak nasionalisme, saat merampok mereka tentu tidak nasionalisme, tapi begitu perut mereka kenyang tentram adem ayem, mereka memiliki nasionalisme yang tinggi. Banyak seorang yang ternyata Perampok atau pencuri dikenal baik dai dalam lingkuangannya.
Menurut saya Nasionalisme juga memiliki kaitan erat dengan jalan aspal. Terbukti jika masyarakat di sebagian daerah perbatasan yang mengeluhkan kondisi mereka yang timpang dengan negara tetangga, dan yang paling mencolok adalah jalan, jadi Nasionalsme juga adalah masalah Jalan Aspal.
Kesimplannya, mengutip perkataan presiden Amerika di masa itu ” jangan tanyakan apa yang di berikan negara untukmu, tapi bertanyalah, apa yang bisa kamu berikan untuk negaramu” sungguh bijaksana, betapa Nasionalisme digambarkan sebagai sebuah interaksi antar dua unsure. Negara dan rakyat. Rakyat di tuntut untuk memiliki sikap nasionalisme dengan berkarya untuk negarinya.bukan meminta dari negara.
Saya sungguh senang ketika menyaksikan pergelaran piala AFF 2011 di Jakarta lalu. Nasionalsme menjadi tinggi dalam rakyat Indonesia. Terbukti jika tidak besar kecil, tua muda, semuanya mengobarkan semangat nasionalsme. Jika malam pertandingan tempat-tempat biasa nongkrong jadi sepi, jalan-jalan lumayan lengang dari biasanya. Semuanya menonton sepakbola. Semangat garuda di dadaku tersa begitu mengetuk-ngetuk di setiap jiwa yang menyaksikan alur bola di layar televisi. Demam baju timnas menjamur. Dan pengusaha konveksipun untung besar. Ketika terjadi kisruh di PSSI rakyat Indonesia terbutkti sangat memiliki jiwa Nasionalisme yang tinggi. Mereka berbondong-bondong berupaya mencarikan solusi persepakbolaan Indonesia. Nilai moral yang dapat saya ambl adalah jika nasionalisme itu menurut saya juga erat kaitannyya dengan sepak bola.
Nasionalisme itu ibarat bahasa sifatnya universal. ia adalah alat interaksi yang paling efektif. Dengan bahasa seseorang mampu berinteraksi dengan siapapun. Begitu halnya nasionalisme. Dengan memiliki nasionalisme, warga Indonesia akan berinteraksi dan berbaur dalam Negara Kesatuan Ripublik Indonesia.
Bersbicara nasionalisme di daerah Jambi, maka saya sebagai warga Jambi yang hidup lebih kurang 20 tahun di jambi mengatakan “ kami warga jambi masih memiliki semangat nasionalisme yang tinggi, setiap 17 agustusan kami upacara peringatan kemerdekaan Indonesia, setiap senin di sekolah,di instansi pemeritahan ada uapacara bendera. kami warga jambi cinta produk dalam negeri walau di jambi ada AW, KFC, dll, tapi kami masih bangga dengan Thempoyak, di daerah kami tak ada Pencucian Otak, yang banyak pencucian motor. Di daerah kami warganya juga toleran. Terbukti di jambi hidup bermacam-macam suku bangsa, agama, etnis, dan kami hidup damai. Belum ada kami mendengar kasus kekerasan atas nama SARA, kami warga Jambi sangat cinta dengan Indonesia, dan kami bersedia menjadi pelindung bangsa kami dari ancaman kesatuan NKRI”.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil 'si cantik' Nozomi Sasaki