Diriku Versiku
Pagi itu jam tujuh tigapuluh ketika
aku melihatnya melewatiku tanpa tolehan. Udara yang sejuk tak sebanding dengan
cahaya matahari yang mulai meninggi. Ia tersenyum, namun Senyumnya tak jelas
untuk siapa, ia hanya menunduk dan berjalan lurus. Entah apa isi hatinya. Barangkali melihatku
adalah hal yang menakutkan baginya, atau apalah. Sebenarnya aku juga merasakan
yang sama. Menatapnya adalah hal istimewa, entah mengapa aku juga tak tahu,
barangkali ini adalah hasil kesimpulanku atas sebuah pertanda. Tanda cinta?
Entahlah. Sisi menariknya adalah ketika didekatnya aku menantikan sebuah
konklusi dari cerita yang tertulis bersamanya. mungkinkah ia potongan tulang
rusukku??
Anehnya jodoh adalah sesuatu hal yang
rumit. Bukan ketentuannya, Tapi prosesnya. Bukankah banyak orang telah kutemui
baik dari masa lalu maupun masa sekarang. Namun tak ada yang pernah tahu apakah
orang-orang dari masa lalu atau bahkan orang-orang saat ini diantara mereka ada
seorang jodoh. Ataukah masih akan datang jodoh itu dari orang-orang dimasa akan
datang. Tak bisa diduga, tak ada tanda. Mengusahakan atas sebuah pertemuan yang
belum terjadi dan atau mempertahankan atas sebuah hubungan yang sudah terjadi,
Rasanya butuh sebuah tanda. haruskah perasaan yang ada saat ini diteruskan atau
disudahi.
Untukmu akan kucoba segala cara
mengusahakannya ataupun mempertahankannya.
“Lihatlah aku dari sudut aku
memandang diriku. Karena engkau tak cukup tahu siapa aku. ketika engkau
mendefinisikan aku dalam versimu, maka engkau akan melihat dari banyak hal yang
belum tentu itu tentang diriku. Dan bisa saja itu sangat buruk akibatnya bagiku
dan bagimu. Engkau akan membuat sebuah generalisasi keliru tentangku. Jika
engkau teruskan, aku sedih. itu mengurangi respectmu padaku. Karena jelas yang
kau harapkan aku itu adalah aku versimu, dan itu jelas-jelas bukan aku
versiku”.
Komentar
Posting Komentar